SITUBONDO, 1 Agustus 2025 — Saya ini orang dusun, rumah saya dikelilingi sawah milik Eyang,” ungkap HRM. Khalilur R. Abdullah Sahlawiy mengenang tawaran pertama berbisnis beras saat pertama kali menginjakkan kaki di Vietnam pada tahun 2013. Kala itu, dunia pertanian baginya sudah terlalu akrab — bahkan cenderung menjemukan.
Namun siapa sangka, satu dekade kemudian, di tengah kesibukannya menuntaskan perizinan budidaya lobster di Vietnam, tawaran serupa kembali datang. Kali ini, bukan dari orang sembarangan, melainkan dari para pengusaha besar Vietnam yang telah lama berkecimpung di sektor pertanian, tambang, dan perikanan.
“Dari dulu saya menolak berdagang beras, karena saya lahir dari keluarga petani. Tapi hari ini, dengan pemahaman yang berbeda, saya justru kembali ke akar, namun dalam skala yang jauh lebih besar,” tutur pria yang kini dikenal sebagai Founder & Owner BAPANTARA Grup (Bandar Pangan Nusantara Grup).
Dari Anak Petani Menjadi Pelaku Bisnis Strategis ASEAN
Perjalanan bisnis HRM. Khalilur tidak berjalan di satu jalur. Dari usaha tambang batubara, ia meluaskan langkah ke sektor perikanan — termasuk ekspor benih bening lobster (BBL). Kini, sektor pertanian kembali menarik perhatiannya setelah ia melakukan survei ke tiga provinsi sentra beras di Vietnam Selatan: Dong Thap, An Giang, dan Can Tho.
“Di sana ada ribuan pabrik penggilingan padi. Masif. Tertata. Saya jadi berhasrat membangun pabrik serupa di berbagai kabupaten di Indonesia,” ujarnya antusias.
Hal itu pula yang mendorongnya kembali menghidupkan tekad lamanya menjadi petani besar — sesuatu yang pernah ia cita-citakan tujuh tahun lalu.
Beras: Simbol Kedaulatan dan Keadilan Sosial
Sebagai anak, cucu, dan buyut petani, HRM. Khalilur mengaku menolak keras impor beras jenis CBP (Cadangan Beras Pemerintah) yang selama ini merusak harga gabah lokal. Ia menyebut, kebijakan impor CBP adalah musuh utama petani Indonesia.
Namun pandangannya berbeda terhadap beras khusus atau premium, yang memang ditujukan untuk pasar tertentu dengan harga tinggi, yakni Rp 25.000 hingga Rp 65.000 per kilogram. Jenis beras ini, menurutnya, tidak ditanam secara masif oleh petani lokal, sehingga tidak akan memukul harga gabah nasional.
“Saya akan berdagang beras jenis ini. Ini perdagangan yang adil, bukan penghancur kedaulatan pangan,” tegasnya.
Menurut data resmi, pemerintah Indonesia menetapkan volume impor beras khusus pada tahun 2025 mencapai sekitar 420.000 ton — peluang besar bagi pelaku usaha yang mampu menjembatani rantai dagang internasional tanpa mengorbankan petani dalam negeri.
BAPANTARA GRUP: Mimpi Agraria Indonesia Baru
Dengan semangat membangun kembali kejayaan pertanian Indonesia, HRM. Khalilur mendirikan BAPANTARA GRUP, induk perusahaan yang menaungi 18 anak usaha di berbagai sektor pangan, tambang, dan perikanan. Visi besarnya sederhana namun revolusioner: tidak boleh ada warga Indonesia kelaparan karena tak mampu membeli beras.
“Negara Agraris ini seharusnya menjadi lumbung pangan dunia, bukan sekadar pasar impor,” katanya. “Kini saatnya rakyat jadi tuan rumah di negerinya sendiri.”
Dengan fondasi yang kuat sebagai anak petani dan pengalaman luas dalam dunia dagang ASEAN, HRM. Khalilur R. Abdullah Sahlawiy bersiap mengibarkan panji perjuangannya untuk pangan, petani, dan kedaulatan bangsa.
Bismillah.
Salam Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.













