Surabaya – Seorang debitur PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Lukman Ibrahim, mengaku terkejut saat menerima surat pemberitahuan dari BRI Kantor Cabang Surabaya Jemursari terkait lelang aset miliknya. Surat bernomor B.3237/BO-IX/ADK/10/2024, tertanggal 23 Oktober 2024, itu menyatakan bahwa aset Lukman di Jalan Jemursari Timur III Blok JJ-3, Surabaya, telah terjual melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surabaya.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Branch Office Surabaya Jemursari, Fenny Amalo, disebutkan bahwa aset berupa tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 3095 atas nama Lukman Ibrahim telah dilelang pada 2 Oktober 2024. Lukman mengaku tidak pernah mendapat pemberitahuan mengenai proses lelang ini sebelumnya.
Tidak tinggal diam, Lukman Ibrahim menggandeng advokat Dwi Heri Mustika dari Kantor Hukum & Penegak Hukum Dwi Heri Mustika & Sekutu untuk memperjuangkan haknya. Setelah mendapat kuasa dari Lukman pada 22 November 2024, Dwi Heri Mustika melakukan berbagai upaya hukum, termasuk bersurat ke BRI dan meminta perlindungan hukum ke Kantor Pertanahan Kota Surabaya 1.
Pada 2 Desember 2024, pihaknya mengajukan permohonan pemblokiran SHM 3095, yang kemudian dikonfirmasi melalui surat jawaban dari Kantor Pertanahan Kota Surabaya 1 pada 13 Desember 2024. Namun, saat menghadiri panggilan Aanmaning di Pengadilan Negeri Surabaya pada 19 Februari 2025, Lukman dan kuasa hukumnya terkejut mengetahui bahwa SHM 3095 telah beralih hak kepada Lu’lu’ul Ilmiyah.
Dwi Heri Mustika mempertanyakan bagaimana proses balik nama dapat terjadi meskipun telah dilakukan pemblokiran. Ia menduga adanya kejanggalan dalam prosedur lelang, termasuk ketidakterbukaan informasi mengenai pemenang lelang. Pihaknya juga telah melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Surabaya pada 9 Januari 2025 dengan nomor perkara 40/Pdt.G/2025/PN Sby.
Sementara itu, Lukman Ibrahim merasa diperlakukan tidak adil oleh BRI. Ia mengaku tidak pernah menerima Surat Peringatan (SP) 1, 2, atau 3 secara langsung, melainkan surat SP 3 justru dikirim ke rumah orang tuanya di Jalan Banyuurip Molin, Surabaya. Dalam surat SP 3 tertanggal 28 Agustus 2023, tercatat total tunggakan kredit Lukman sebesar Rp 3,52 miliar, dengan rincian sisa pokok Rp 3,18 miliar, bunga berjalan Rp 257 juta, dan denda Rp 79 juta.
Lukman juga menyoroti rendahnya harga lelang asetnya, yang hanya Rp 600 juta, jauh di bawah harga pasaran yang melebihi Rp 1 miliar. Ia menegaskan bahwa dirinya bukan tidak mau membayar angsuran, tetapi sedang mengalami kesulitan finansial. Ia bahkan telah mengajukan kesediaan membayar cicilan sebesar Rp 5-7 juta per bulan kepada BRI, namun tidak mendapat tanggapan.
Dengan berbagai kejanggalan yang terjadi, pihak Lukman Ibrahim berencana menempuh upaya hukum lebih lanjut, termasuk mengajukan pembatalan SHM di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Saya akan melawan sampai kapan pun. Hutang saya adalah untuk modal kerja, dan saya punya niat untuk melunasi,” tegasnya.