Bojonegoro, Jatim – Perseteruan hukum antara pemilik CV. Lillahisamawati Wal Ardhi (Lisa), Rofi’udin, dengan sejumlah awak media tampaknya masih jauh dari kata usai. Alih-alih mencapai titik damai, Rofi’udin justru kembali melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro. Pada 3 Februari 2025 lalu, sidang perdana telah digelar, namun harus ditunda lantaran beberapa tergugat tidak hadir. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 17 Februari 2025 mendatang.
Kasus ini berawal dari pemberitaan tentang aktivitas Cut and Fill (galian tanah) di Desa Sumberejo, Kecamatan Trucuk, yang dimuat oleh sejumlah media. CV Lisa sempat menggugat lima awak media serta perusahaan media ke PN Bojonegoro, tetapi gugatan tersebut akhirnya dicabut tanpa alasan yang jelas. Kini, gugatan baru kembali diajukan, memicu pertanyaan besar: apakah ini bentuk keberatan terhadap pemberitaan, atau ada faktor lain yang melatarinya?
Salah satu pewarta yang turut tergugat, sebut saja Akhsin (nama samaran), mengungkap bahwa dalam gugatan sebelumnya, para pihak telah diarahkan untuk mediasi oleh hakim PN Bojonegoro. Namun, setelah melalui beberapa tahapan, pihak CV Lisa justru memilih mencabut gugatannya secara sepihak.
“Saat sidang mediasi, kami sudah memberikan ruang bagi penggugat untuk klarifikasi. Kami juga meminta mereka menunjukkan bagian mana dalam pemberitaan yang dianggap merugikan. Tapi pada akhirnya, gugatan malah dicabut tanpa alasan yang jelas,” ujar Akhsin.
Menurutnya, berita yang diterbitkan bukanlah opini semata, melainkan berbasis kutipan narasumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Mochamad Mansur, S.H., akademisi Fakultas Hukum Unigoro sekaligus Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Bojonegoro, menilai bahwa langkah hukum yang ditempuh CV Lisa tergolong berlebihan.
“Gugatan ini terlalu berlebihan. Seharusnya, sebelum melangkah ke ranah hukum, pihak penggugat menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa pers yang telah diatur,” ujarnya.
Mansur menegaskan bahwa keberatan terhadap pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme etika jurnalistik, bukan langsung ke jalur hukum. Sebab, produk pers adalah hasil kerja jurnalistik yang memiliki aturan dan perlindungan tersendiri.
Dengan kembali diajukannya gugatan ini, akankah sengketa ini menemukan titik akhir, atau justru makin berkepanjangan? Semua mata kini tertuju pada sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 17 Februari 2025.