Penghentian Kasus BBM Subsidi Di Polres Tuban Dikecam Keras, Praktisi Hukum: Ini Bisa Digugat!

redaksi
Penghentian Kasus BBM Subsidi Di Polres Tuban Dikecam Keras, Praktisi Hukum: Ini Bisa Digugat!

TUBAN – Keputusan Satuan Reskrim Polres Tuban menghentikan penyelidikan kasus dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar menuai kritik keras. Kasus yang sempat menggemparkan warga Bumi Ranggalawe ini dinilai tidak memiliki unsur pidana, sehingga proses hukum terhadap Mujiono, sang pemilik BBM, dihentikan oleh pihak kepolisian.

Peristiwa ini bermula ketika aktivis LSM asal Lamongan pada Minggu (19/1/2025) malam menangkap truk bernopol S 9448 HH yang mengangkut 1.500 liter BBM bersubsidi di Desa Minohorejo, Kecamatan Widang. Truk tersebut kemudian dibawa ke Polsek Widang sebelum akhirnya diserahkan ke Polres Tuban untuk ditindaklanjuti.

Namun, setelah melakukan pemeriksaan mendalam, Kasat Reskrim Polres Tuban, AKP Dimas Robin Alexander, menyatakan bahwa berdasarkan keterangan ahli, kasus tersebut tidak memenuhi unsur Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Selain itu, regulasi terkait HIPPA dalam Perpres Nomor 191 Tahun 2014 juga disebut menjadi dasar penghentian kasus.

“Setelah dilakukan pemeriksaan kepada para saksi, BBM tersebut digunakan untuk HIPPA di wilayah Kecamatan Plumpang, sehingga tidak ditemukan unsur tindak pidana,”** ungkap AKP Dimas Robin.

Seiring keputusan penghentian penyelidikan, barang bukti pun dikembalikan kepada pemilik. Namun, ketika dikonfirmasi lebih lanjut soal pelepasan barang bukti serta peran Kelompok HIPPA di Kecamatan Plumpang dalam distribusi BBM tersebut, baik AKP Dimas Robin maupun Kanit Tipidter Satreskrim Polres Tuban memilih untuk bungkam dan menghindari pertanyaan.

**Praktisi Hukum Angkat Bicara: Ini Pidana, Tidak Bisa Dihentikan Begitu Saja!

Keputusan ini langsung memantik reaksi keras dari pengamat hukum Nang Engki Anom Suseno. Menurutnya, penyalahgunaan BBM bersubsidi merupakan tindak pidana yang merugikan negara, sehingga tidak bisa dihentikan hanya karena adanya pencabutan laporan.

Baca juga
Era Baru Situbondo: Mas Rio & Mbak Ulfi Resmi Dilantik, Harapan Baru Dimulai!

“Ini bukan delik aduan yang bisa dicabut begitu saja. Penyalahgunaan BBM bersubsidi adalah tindak pidana umum yang wajib diproses hingga tuntas,”** ujar Engki tegas, saat dikonfirmasi Kamis (20/2/2025).

Ia menjelaskan bahwa penghentian penyelidikan hanya bisa dilakukan dalam tiga kondisi, yakni jika tidak cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana, atau demi hukum (misalnya tersangka meninggal dunia atau kasus kedaluwarsa). Jika penghentian dilakukan hanya karena laporan dicabut, maka hal ini bisa digugat melalui pra peradilan.

“Jika penghentian penyelidikan ini hanya berdasarkan pencabutan laporan, maka ini cacat hukum dan dapat diajukan pra peradilan,” tambahnya.

Selain itu, Engki juga menyoroti hilangnya barang bukti dalam kasus ini sebagai sebuah preseden buruk yang berpotensi menghilangkan bukti kerugian negara. Ia menekankan bahwa ketegasan dan transparansi kepolisian sangat diperlukan agar kasus serupa tidak terulang dan kepercayaan publik terhadap hukum tetap terjaga.

“Penegakan hukum harus jelas dan tegas. Jangan sampai ada kesan bahwa kasus ini ditutup tanpa alasan yang kuat. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk ke depannya,”** pungkasnya.

Dengan polemik yang mencuat, masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pihak berwenang. Apakah kasus ini benar-benar akan dibiarkan begitu saja, atau justru menjadi pintu masuk bagi upaya hukum lebih lanjut? (Jun/Tgb)