Situbondo, 25 November 2024 – Pengadilan Negeri (PN) Situbondo menjatuhkan vonis kepada Kepala Desa Buduan, Zainal Abidin alias Haji Hosen, atas pelanggaran aturan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Dalam sidang yang digelar Senin pagi (25/11/2024), majelis hakim memvonis terdakwa dengan hukuman 1 bulan penjara dengan masa percobaan 3 bulan serta denda sebesar Rp 5.000.
Sidang dengan nomor perkara 200/Pid.Sus/2024 ini dipimpin oleh Hakim Ketua Harries Suherman Lubis, SH, MH, bersama hakim anggota Gede Karang, SH, MH, dan Anak Agung Pitra Wiratjaya, SH, MH. Majelis hakim menyatakan Haji Hosen secara sah dan meyakinkan bersalah karena terlibat kampanye untuk salah satu pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Situbondo, yang dianggap merugikan paslon lainnya.
Kronologi Perkara
Pelanggaran ini bermula dari sebuah video klarifikasi yang dibuat oleh Haji Hosen untuk menanggapi tuduhan berpihak kepada salah satu paslon. Video itu awalnya dikirim secara pribadi kepada seseorang bernama Haji Ishaq. Namun, video tersebut kemudian diunggah sebagai status WhatsApp oleh seorang saksi, yang tanpa seizin terdakwa menyebarluaskannya.
Haji Hosen, setelah mengetahui hal tersebut, segera meminta saksi untuk menghapus video tersebut. Namun, persepsi publik telah terbentuk, dan video itu dianggap sebagai bentuk dukungan politik terhadap salah satu kandidat.
Humas PN Situbondo, Anak Agung Pitra Wiratjaya, SH, MH, menjelaskan, “Terdakwa menyadari kesalahannya dan berinisiatif meminta penghapusan status WhatsApp itu. Sayangnya, dampak dari penyebaran video tersebut sudah meluas dan memicu tuduhan keberpihakan kepada salah satu paslon.”
Pertimbangan Majelis Hakim
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah faktor. Pengakuan jujur terdakwa, peran strategisnya sebagai kepala desa dalam melayani masyarakat, dan pentingnya hukuman yang bersifat mendidik menjadi pertimbangan utama.
“Pemidanaan ini bertujuan memperbaiki perilaku terdakwa, bukan hanya memberikan efek jera. Hukuman percobaan ini diharapkan bisa menjadi pelajaran tanpa mengganggu tugas pelayanan terdakwa kepada masyarakat,” ujar Hakim Agung dalam keterangannya.
Vonis ini mencerminkan pendekatan hukum yang tidak hanya menghukum, tetapi juga mempertimbangkan aspek pembinaan. Meski demikian, kasus ini menjadi pengingat penting bagi para pejabat publik untuk menjaga netralitas dalam proses demokrasi, khususnya di tingkat daerah.