Situbondo – Polemik terkait pengelolaan Dana Desa di Desa Kembangsari, Kecamatan Jatibanteng, Situbondo, mencuat ke permukaan. Sejumlah warga dan tokoh masyarakat mempertanyakan transparansi pemerintah desa dalam penggunaan anggaran. Dugaan pelanggaran aturan dan ketidaksesuaian praktik di lapangan menjadi perhatian serius, hingga memicu audiensi panas yang dihelat pada 27 Desember 2024 lalu di Kantor Kecamatan Jatibanteng.
Ketidaktransparanan ini dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Isu tersebut bahkan menyeret Kepala Desa Kembangsari ke dalam sorotan tajam berbagai pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Sebagai tindak lanjut audiensi, digelar rapat koordinasi pada Senin (6/1/2025) di Kantor Kecamatan Jatibanteng. Rapat ini dihadiri sejumlah pejabat, termasuk Camat Jatibanteng Fadnur Rahman, Kapolsek, Danramil, pendamping desa, dan anggota Satintelkam Polres Situbondo. Perwakilan Koalisi LSM serta Kepala Desa Kembangsari dan perangkatnya juga turut hadir.
Camat Jatibanteng dalam pemaparannya menekankan pentingnya menjaga kondusivitas wilayah. “Saya harap aspirasi masyarakat dapat diterima dengan baik, dan setiap permasalahan segera diselesaikan secara transparan dan bijak,” tegas Fadnur.
Sekcam Jatibanteng juga menambahkan, “Kepala Desa Kembangsari wajib mematuhi hasil pembahasan rapat ini, dengan memperhatikan prinsip transparansi dan akuntabilitas.”
Tokoh masyarakat Desa Kembangsari, Taufik Hadayah, SH, dengan lantang menyampaikan aspirasi warganya. Ia menegaskan pentingnya melibatkan masyarakat dalam setiap kegiatan yang dibiayai Dana Desa.
“Keterbukaan informasi dan akuntabilitas adalah hak masyarakat. Kepala desa harus memastikan semua program berjalan sesuai aturan, termasuk pemasangan papan informasi di setiap proyek,” kata Taufik.
Namun, klaim transparansi yang disampaikan Kepala Desa Kembangsari dalam forum ini dibantah sejumlah warga dan LSM. Ketua LSM LPPAN, Amir Mahmud, menyebutkan bahwa papan informasi proyek sering tidak ditemukan di lokasi pekerjaan. “Ini melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, dan kami mendesak kepala desa agar memperbaiki praktik ini,” ujar Amir serius.
Dalam forum itu, Kepala Desa Kembangsari berusaha memberikan klarifikasi. Ia menyebutkan bahwa pihaknya rutin melibatkan warga dalam musyawarah desa, namun mengakui adanya kekurangan.
“Soal papan nama proyek, saya akui sempat lupa memasangnya, tetapi saat ini papan-papan tersebut sudah tersedia di lokasi,” ucapnya.
Namun, pernyataan ini kembali disangkal oleh sejumlah warga dan tokoh desa. Berdasarkan penelusuran media di lapangan, papan informasi proyek tidak terlihat di sejumlah lokasi pembangunan yang didanai Dana Desa.
Rapat koordinasi akhirnya menghasilkan beberapa rekomendasi, termasuk kewajiban pemerintah desa untuk segera memasang papan informasi di seluruh proyek. Forum juga meminta Kepala Desa Kembangsari untuk lebih responsif terhadap aspirasi masyarakat dan mematuhi peraturan yang berlaku.
Meski berlangsung alot, rapat ini ditutup dengan harapan bahwa semua temuan dan keberatan dari masyarakat dapat segera ditindaklanjuti. Ke depan, masyarakat Desa Kembangsari berharap pengelolaan Dana Desa benar-benar transparan dan berorientasi pada kepentingan publik.