BONDOWOSO, PanturaPos.id – Sebagai tindak lanjut kerjasama antara Kepala Perhutani Divisi Regional (KADIVRE) Jawa Timur dengan Kepala Kejaksaan Tinggi (KAJATI) Jawa Timur yang terjalin pada akhir Oktober lalu, Perum Perhutani Bondowoso melaksanakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dalam bidang hukum perdata dan tata usaha negara (Datun) dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso, Senin (04/11).
Acara yang digelar di Aula Kejaksaan di Jalan A. Yani No. 82 ini dihadiri oleh Misbakhul Munir, Administratur Perum Perhutani KPH Bondowoso, dan Dzakiyul Fikri, SH., MH., Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso. Selain mereka, turut hadir sejumlah pejabat dari Perhutani dan Kejaksaan Negeri Bondowoso, termasuk Kasi Datun Kadek Wira Atmadja, Kasi Pidsus Dwi Hastaryo, Kasi Intelijen Adi Harsanto, serta para kepala seksi dan asisten di lingkungan Perhutani Bondowoso.
Dalam sambutannya, Misbakhul Munir mengungkapkan apresiasinya kepada Kejari Bondowoso atas kesediaannya mendukung pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan. Ia menyoroti pentingnya dukungan berbagai pihak dalam menjaga hutan yang mencakup tiga aspek utama: ekologi, sosial, dan ekonomi.
“Terkadang terjadi benturan kepentingan antara pengelolaan hutan dengan masyarakat sekitar yang dapat memicu konflik. Karena itu, dukungan dari Kejaksaan sangat dibutuhkan untuk melindungi hutan dan aset negara,” ujarnya.
Beberapa agenda yang akan segera ditindaklanjuti dalam kerjasama ini antara lain penyelesaian konflik hutan antara masyarakat atau pihak ketiga dengan Perhutani, serta penertiban lahan garapan di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Bondowoso.
Usai acara, Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso Dzakiyul Fikri menegaskan bahwa MoU ini merupakan wujud komitmen Kejaksaan untuk mendukung upaya Perhutani dalam menjaga kawasan hutan. MoU yang ditandatangani pada akhir Oktober lalu juga mendapat apresiasi dari Kajati Jatim atas keberhasilan KPH Bondowoso menyelesaikan konflik tanah di Desa Karanganyar, Kecamatan Klabang.
“MoU ini adalah langkah penting dalam menyelesaikan konflik tanah yang berlarut-larut di kawasan Perhutani, seperti kasus di Desa Sumberwaru yang luasnya mencapai 76,4 hektare,” tutur Dzakiyul. Ia juga menekankan bahwa Kejari siap memberikan pendampingan hukum, termasuk dalam pengukuran lahan garapan masyarakat yang menanam kopi di kawasan Perhutani.
Menurut Dzakiyul, kerja sama ini tidak hanya akan membantu penyelesaian masalah hukum, namun juga menjadi upaya bersama dalam menegakkan peraturan yang berlaku. “Kami tidak akan segan-segan untuk bertindak tegas jika terjadi pelanggaran hukum di kawasan hutan ini,” tegasnya.