Surabaya, 22 Februari 2025 – Impian Soejatno (67) untuk menikmati hari tua dengan damai berubah menjadi mimpi buruk. Rumah impian yang telah ia perjuangkan selama bertahun-tahun kini lenyap, diduga akibat aksi mafia properti yang semakin merajalela di Surabaya. Tak hanya kehilangan tempat tinggal, Soejatno juga merugi hingga puluhan juta rupiah!
Menghadapi musibah ini, Soejatno tak tinggal diam. Dengan penuh harapan, ia menggandeng pengacara kondang, Sukardi, S.H., dari kantor hukum ternama “Sukardi & Partners.” Langkah hukum pun segera diambil, dimulai dengan somasi kepada terduga pelaku, Faisol dan kawan-kawan. “Kami telah melayangkan dua kali somasi. Jika tidak ada itikad baik, kami akan lanjutkan dengan pelaporan ke Polrestabes Surabaya,” tegas Sukardi.
Kisah memilukan ini bermula pada November 2022, ketika Soejatno ditawari sebidang tanah di Bulak Kali Tinjang Timur Gang 1, Surabaya, oleh dua pria yang mengaku sebagai marketing properti, Agus dan Jainuri alias Bang Jay. Agus, yang merupakan keponakan Soejatno sendiri, berhasil meyakinkannya untuk membeli tanah tersebut dengan skema tukar guling dengan rumahnya di Jalan Bogorami Makam 1 C No. 4-A, Surabaya.
Dengan iming-iming bahwa transaksi ini sudah pasti aman, Soejatno menyerahkan Letter C rumahnya serta tambahan uang Rp 30 juta kepada Agus dan Jainuri, yang katanya akan diserahkan kepada Faisol, pemilik tanah. Namun, Faisol tak pernah menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik (SHM).
Setelah transaksi dilakukan, Soejatno mulai membangun pondasi di tanah tersebut dengan biaya Rp 8 juta. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa tanah itu sudah dijual kembali ke pihak lain oleh Faisol! Demi menenangkan situasi, Faisol menawarkan tanah lain di Jalan Bulak Kali Tinjang Timur II. Soejatno yang tak punya pilihan terpaksa menerima tawaran tersebut, bahkan menerima kompensasi Rp 8 juta untuk mengganti material pondasi sebelumnya.
Namun, malapetaka belum berakhir! Pada 21 Oktober 2023, ia menerima somasi dari seseorang bernama Julio, yang mengaku sebagai pemilik sah tanah tersebut. Somasi kedua datang pada 30 Juni 2024, memerintahkannya untuk segera mengosongkan lahan. Kini, Soejatno benar-benar kehilangan segalanya—rumah yang ia tukarkan sudah dikuasai orang lain, sementara tanah yang dijanjikan kepadanya ternyata milik orang lain!

Hingga kini, Soejatno belum menerima sertifikat atas tanah yang telah ia bayarkan lunas. Merasa dipermainkan dan mengalami kerugian besar secara materiil maupun emosional, ia bersama tim hukumnya bersumpah akan menempuh jalur hukum agar keadilan dapat ditegakkan.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam transaksi properti. Mafia tanah semakin licik dan berani, siap menjebak siapa saja yang lengah. Jangan sampai mimpi indah memiliki rumah idaman berubah menjadi mimpi buruk seperti yang dialami Soejatno!