Kasus Razman VS Hotman Paris: Jangan Salah Kaprah Dengan No Viral, No Justice!

redaksi
Kasus Razman VS Hotman Paris: Jangan Salah Kaprah Dengan No Viral, No Justice!

JAKARTA – Sidang kasus pencemaran nama baik yang menyeret nama advokat Razman Arif Nasution kembali memanas! Kericuhan yang terjadi di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 6 Februari 2025 ini viral di berbagai platform media sosial.

Razman, yang hadir sebagai terdakwa, tak terima saat hakim menyatakan persidangan berlangsung tertutup untuk umum. Tanpa pikir panjang, ia melayangkan protes keras. Situasi semakin memanas ketika Razman mendatangi Hotman Paris Hutapea—advokat nyentrik yang dikenal kerap memamerkan gaya hidup mewah. Dalam video yang beredar luas, Razman bahkan tampak hendak menonjok Hotman yang duduk sebagai saksi korban!

Tak hanya itu, salah satu kuasa hukumnya, Firdaus Oiwobo, bertindak lebih ekstrem dengan menaiki meja sambil berteriak. Aksi ini sontak menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari kalangan advokat sendiri.

Advokat Asmanidar, S.H., pendiri @KonsultasiHukum yang memiliki lebih dari 150 ribu pengikut di Instagram dan TikTok, menegaskan bahwa siapapun yang berada di ruang sidang, terutama advokat, wajib menjunjung tinggi kode etik dan peraturan peradilan.

“Persidangan adalah tempat mengadili perkara, bukan arena debat atau panggung sensasi. Bertindak arogan dengan menaiki meja atau menyerang pihak lain hanya akan merusak esensi hukum itu sendiri,” tegasnya saat ditemui di kantornya di Kirana Two Tower, Jakarta Utara.

Menurutnya, konsep “No Viral, No Justice” memang ada benarnya, tetapi jangan sampai hal itu disalahartikan hingga mencederai etika profesi. “Memperjuangkan klien itu satu hal, tetapi melakukan tindakan konyol yang berujung pemecatan hingga pencabutan Berita Acara Sumpah (BAS) advokat jelas bukan langkah yang bijak,” tambahnya.

Senada dengan Asmanidar, konsultan media hukum, Gemal Panggabean, menilai aksi Razman dan timnya justru semakin memperburuk citra mereka di mata publik. Menurutnya, tindakan arogan seperti membanting meja atau berteriak hanya akan menjadi sensasi sesaat tanpa memberikan dampak positif bagi kasus yang ditangani.

Baca juga
Sepasang Suami Istri Dilaporkan ke Polda Metro Jaya Atas Dugaan Penggelapan 48 Ribu Yard Kain

“Viral itu bisa jadi pisau bermata dua. Bisa menguntungkan, tapi juga bisa menjadi bumerang jika tidak dimanfaatkan dengan cerdas,” ujar Gemal, yang juga partner di @KonsultasiHukum.

Ia menambahkan bahwa pengacara seharusnya mampu membaca situasi dan memahami bagaimana media serta sentimen publik bekerja dalam mempengaruhi keputusan hukum. “Kalau tidak bisa mengelola opini publik dengan baik, justru bisa jadi blunder. Kasus klien tak terselesaikan, citra pengacara pun semakin buruk,” jelasnya.

Baik Asmanidar maupun Gemal berharap Mahkamah Agung, asosiasi advokat, serta media lebih selektif dalam menanggapi fenomena pengacara yang gemar mencari sensasi. Selain itu, mereka juga mendorong apresiasi yang lebih besar bagi advokat muda yang benar-benar berjuang untuk keadilan bagi kaum kecil.

“Dunia hukum butuh advokat yang profesional, bukan sekadar pencari perhatian. Jangan sampai perilaku seperti ini justru menjadi standar baru yang menyesatkan publik,” pungkas Asmanidar.

Akankah aksi heboh ini membawa keuntungan bagi Razman? Atau justru semakin menjauhkannya dari keadilan yang ia perjuangkan? Kita tunggu perkembangan berikutnya!