JAKARTA – Indonesia sebagai negara kepulauan yang kaya akan sumber daya laut, ternyata menyimpan ironi besar dalam bisnis perikanan, terutama lobster. Benih Bening Lobster (BBL), salah satu komoditas berharga dari laut Indonesia, sering kali menjadi korban penyelundupan ke Singapura dan Vietnam. Namun, ada peluang besar di balik ironi ini yang siap diubah menjadi kekuatan ekonomi global.
Jejak Penyelundupan Lobster
Perjalanan lobster Indonesia dimulai dari perairan nusantara, melewati jalur penyelundupan via bandara atau laut menuju Singapura. Di sana, lobster transit sebelum melanjutkan perjalanan ke Ho Chi Minh, Vietnam. Di Vietnam, lobster dibudidayakan di tiga provinsi utama—Khan Hoa, Phu Yen, dan Binh Dinh—untuk kemudian diekspor ke pasar terbesar dunia: China.
Anehnya, negara asal lobster, Indonesia, justru terpinggirkan dari rantai ekonomi ini. Fakta ini menjadi cambuk bagi pengusaha lokal untuk merebut kembali kejayaan Indonesia di pasar lobster dunia.
Misi Besar Menguasai Pasar China
Berbekal semangat nasionalisme dan patriotisme, HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, seorang pengusaha perikanan Indonesia, memimpin langkah ambisius. Ia menjalin kontrak besar dengan pembeli di China, tidak hanya untuk lobster tetapi juga kerapu dan teripang. Dengan visi besar, ia ingin mengubah Indonesia menjadi pusat utama budidaya perikanan global.
“Jika Vietnam bisa memanfaatkan potensi kita, mengapa kita tidak bisa menjadi pemain utama?” ujarnya.
Ekspansi Bisnis Besar-besaran
Melalui kelompok usaha Bandar Laut Dunia (BALAD Grup), Khalilur merancang strategi terintegrasi untuk tiga komoditas utama:
1. Lobster
Membuka hatchery (tempat pemijahan) di Indonesia.
Budidaya miliaran lobster untuk ekspor langsung ke China.
Tetap menjual benih lobster ke Vietnam sebagai sumber pendapatan tambahan.
2. Kerapu
Membangun pusat hatchery besar di Situbondo, sentra pemijahan kerapu Indonesia.
Budidaya 50 juta ekor kerapu dengan 1.000 keramba, menjawab permintaan ratusan ribu ton dari pasar China.
3. Teripang
Belajar dari kerugian masa lalu, kini Khalilur fokus pada budidaya di Teluk Kangean (Madura) dan Maumere (NTT).
Teripang akan menjadi komoditas premium di pasar global.
Peluang Triliunan Rupiah
China, dengan pasar perikanannya yang luar biasa besar, menawarkan peluang yang tak main-main. Transaksi lobster dan kerapu masing-masing bernilai ribuan triliun rupiah, sementara teripang menyumbang ratusan triliun. Khalilur yakin, Indonesia mampu menguasai pasar ini melalui kerja keras, kolaborasi internasional, dan inovasi budidaya.
Mengukir Jejak di Tiga Negara
Khalilur percaya bahwa rajutan bisnis antara Indonesia, Vietnam, dan China dapat membawa manfaat besar bagi dunia. Dengan mengedepankan usaha halal, legal, dan menguntungkan, ia optimistis bahwa perikanan Indonesia akan menjadi raksasa baru di pasar global.
“Bismillah, perjuangan ini bukan hanya soal bisnis, tetapi juga soal harga diri bangsa. Indonesia harus menjadi jawara perikanan dunia!” tegasnya.
Salam Keadilan Sosial
Khalilur menutup dengan pesan patriotik: “Mari kita maksimalkan peluang ini demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Perjalanan ini bukan sekadar kisah bisnis, tetapi juga kebangkitan ekonomi maritim Indonesia di mata dunia.








