Surabaya – Drama hukum di Kota Pahlawan memanas ketika Advokat D. Firmansyah, SH, dan Partner yang berkantor di Jalan Peneleh No. 128 Surabaya, resmi melaporkan seorang developer perumahan ternama, berinisial PR, ke Mapolda Jatim. Laporan ini bukan perkara sepele—klien Firmansyah, seorang jurnalis senior berinisial R (56), mengaku menjadi korban intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh pihak pengembang tersebut.
R, yang bekerja untuk salah satu media di Surabaya, tengah meliput aksi demonstrasi pada Kamis, 15 Agustus 2024, sekitar pukul 11.46 WIB. Namun, niatnya untuk memberitakan aspirasi warga justru berubah menjadi mimpi buruk ketika ia diduga dihalangi, diperlakukan tidak menyenangkan, bahkan dirampas handphonenya saat sedang bekerja.
Advokat Firmansyah membeberkan, “Klien saya diperlakukan sewenang-wenang. Saat tiba di lokasi untuk meliput, dia awalnya memarkirkan sepedanya di dekat motor-motor milik aparat. Tak lama kemudian, ada yang melaporkannya karena dianggap tidak berizin untuk meliput di sana,” ujar Firmansyah, Senin (19/08/2024).
Konflik memuncak ketika R mencoba mendokumentasikan mediasi antara warga dan pengembang. Menurut Firmansyah, suasana yang awalnya tenang mendadak kacau setelah beberapa oknum, termasuk anggota ormas dan aparat, ikut campur untuk “mengamankan” situasi. Ketegangan pun semakin meningkat saat R memasuki area kantor pengembang, di mana dia menemui seorang wanita yang tampak seperti resepsionis. Bukannya mendapat arahan, R malah dimaki-maki, handphonenya dirampas, dan dipaksa untuk menghapus dokumentasi yang telah diambil.
“Dia bahkan dihampiri seorang pria berwajah blasteran Arab yang terus memaki dengan kata-kata kasar dan merendahkan, mengatakan ‘Kamu itu sudah tua’ berulang kali,” jelas Firmansyah dengan nada geram.
R mengakui, insiden tersebut meninggalkan trauma mendalam. “Saya masih shock. Saya merasa diperlakukan seperti penjahat, diinterogasi selama satu jam dalam ruangan tertutup dengan penjagaan ketat. Rasanya seperti mimpi buruk yang tidak berkesudahan,” ungkapnya.
Kasus ini membuka potensi pelanggaran serius terhadap UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. PR terancam hukuman maksimal dua tahun penjara atau denda hingga Rp 500 juta jika terbukti menghalangi kerja jurnalistik R.
Saat dihubungi untuk konfirmasi, Dirreskrimsus Polda Jatim, Kombes Pol Luthfie Sulistiawan, S.I.K., M.H., M.Si., mengungkapkan bahwa pihaknya akan mendalami kasus ini lebih lanjut. “Kami akan mengkaji terkait perkara ini,” jelasnya singkat namun tegas.